Semangat Berbagi Pengetahuan melalui Wikipedia dan Wikimedia Commons

Semangat Berbagi Pengetahuan melalui Wikipedia dan Wikimedia Commons

Saat berselancar di internet, Wikipedia kerap menjadi referensi awal untuk menjelajah lebih jauh. Namun, pernahkah menyadarinya bila konten di Wikipedia menjadi lebih menarik ketika terdapat grafis atau gambar. 

 

Gambar yang ada di Wikipedia tidak serta merta bagus pada awalnya. Keberadaan gambar-gambar tersebut akhirnya memicu kepedulian seorang desainer grafis untuk memperbaikinya. Ia adalah Gunawan Kartapranata, yang lebih akrab di telinga Wikipediawan sebagai Gunkarta.

 

Gunkarta bergabung dengan Wikipedia pada tahun 2006. Awalnya, ia memanfaatkan akses internet di kantornya untuk berkontribusi di Wikipedia. Berbekal pengetahuan dari Encyclopaedia Americana milik ayahnya, Gunkarta akhirnya tertarik untuk berkontribusi lebih banyak di Wikipedia.

 

Gunkarta pertama kali berkontribusi di Wikipedia bahasa Inggris, baru kemudian bahasa Indonesia. Melalui Wikipedia bahasa Inggris, ia bisa menjelaskan pada dunia tentang Indonesia. Gunkarta kerap menulis artikel-artikel yang bertemakan sejarah atau kebudayaan Indonesia di Wikipedia, baik bahasa Inggris maupun Indonesia. Kontribusinya dalam menulis di Wikipedia tentang sejarah Indonesia juga mendapat sambutan positif dari kontributor lain, bahkan dari kontributor di Eropa. 

 

Selain menulis, Gunkarta juga berkontribusi di Wikimedia Commons. Ia mengunggah gambar di Wikimedia Commons karena risi dengan gambar-gambar yang kurang estetis. Gambar-gambar yang ia unggah bahkan digunakan oleh beberapa media dan dipajang di pagelaran olahraga nasional hingga internasional. Ia juga sering mendapati hasil karyanya digunakan orang lain untuk dijadikan cenderamata.

Ya, itu bukan hak cipta saya, itu punya negara. Jadi orang bisa dapat manfaat ekonomi juga. 

Meskipun sudah banyak berkontribusi dan mendapatkan reaksi positif. Gunkarta juga pernah mendapatkan sambutan negatif. Peta Majapahit yang ia buat dihapus dan dipertentangkan oleh kontributor lain karena dianggap klaim sejarah dan fasisme modern. 

 

Selain masalah peta sejarah Majapahit, Gunkarta juga menceritakan kalau artikel yang ia buat sempat menjadi kontroversi, termasuk artikel tentang makanan. Artikel makanan yang ia buat beberapa kali menjadi “medan perang” antara kontributor di Indonesia, Malaysia dan Singapura. Meskipun mendapat perlakuan kurang menyenangkan dari kontributor lain, tekadnya tidak pernah surut untuk berbagi pengetahuan di Wikipedia dan Wikimedia Commons. 

 

Gunkarta berharap lebih banyak lagi anak-anak muda yang mau berkontribusi di Wikipedia dan Wikimedia Commons. Daripada hanya mengunggah gambar di media sosial, alangkah lebih baik jika hasil karya mereka diunggah ke Wikimedia Commons.

 


Oleh: Gilang Syawal Ajiputra

Ahmad Fauzi and Arief Rahman: Saraswati Grantees

Ahmad Fauzi is the youngest Saraswati grantee. Currently, he is a student in high school. He first edited the Indonesian Wikipedia at the age of 12. At that time, he edited an article about railways. His first article was Jalur Lingkar Osaka (Osaka Loop Line). 

 

After contributed to the Indonesian Wikipedia, he visited the Sundanese Wikipedia and participated in the Wiki Sabanda. Wiki Sabanda was a Sundanese writing contest in 2015. Uniquely, he wrote articles through a 4-inch mobile phone. In that contest, he wrote 118 articles and became the third winner.

 

Now, he still contributes to the Indonesian and Sundanese Wikipedia. Besides writing, he also becomes a Wikilatih trainer. WikiLatih is Wikimedia Indonesia education program that gives writing training on Wikipedia. In the Saraswati, Ahmad Fauzi has written extensively about landscapes and national parks.

 

Another Saraswati grantee is Arief Rahman. He independently toured villages in Kalimantan to take photos at the end of 2010. Initially, he only wanted to complete Wikipedia articles with photos. However, he finally continued to be a contributor in Wikimedia Commons. Besides public buildings, Arief also took photos of traditional houses, historical sites, and landscapes. 

 

 

Arief knew about the Saraswati through social media. Then, he tried to send the application in the hope that he could qualify as a grantee. He said that the Saraswati grant could support him to contribute more to Wikipedia. 

 


By: Hillun Vilayl Napis

Competition Coordinator, Wikimedia Indonesia

Ahmad Fauzi dan Arief Rahman: Penerima Hibah Saraswati

Ahmad Fauzi adalah penerima hibah Saraswati termuda. Saat ini ia masih menempuh pendidikan di sekolah menengah atas. Ia pertama kali menyunting di Wikipedia bahasa Indonesia pada usia 12 tahun. Saat itu, ia menyunting artikel mengenai perkeretaapian. Artikel pertamanya berjudul Jalur Lingkar Osaka

 

Setelah berkontribusi di Wikipedia bahasa Indonesia, ia mulai mengunjungi Wikipedia bahasa Sunda dan mengikuti kompetisi Wiki Sabanda. Wiki Sabanda adalah kompetisi menulis di Wikipedia Sunda pada tahun 2015. Uniknya, ia menulis artikel melalui ponsel berukuran 4 inci. Di kompetisi tersebut, ia berhasil menulis 118 artikel dan menjadi pemenang ketiga.

 

Setelah kompetisi selesai, ia masih berkontribusi di Wikipedia bahasa Indonesia dan Wikipedia Sunda. Selain menulis, ia juga menjadi pelatih Wikilatih. WikiLatih adalah program pendidikan Wikimedia Indonesia yang fokus memberikan pelatihan menulis di Wikipedia. Di Proyek Saraswati, Ahmad Fauzi banyak menulis tentang bentang alam dan taman nasional. 

 

Penerima hibah Saraswati lainnya adalah Arief Rahman. Ia secara mandiri mengelilingi desa di Kalimantan untuk mengambil foto pada akhir tahun 2010. Awalnya, ia hanya ingin melengkapi artikel di Wikipedia dengan foto. Namun, ia akhirnya keterusan menjadi kontributor di Wikimedia Commons. Selain bangunan publik, Arief juga mengambil foto rumah adat, situs sejarah, dan bentang alam. 

 

 

Arief pertama kali mengetahui hibah Saraswati melalui media sosial. Ia kemudian mencoba mengirim aplikasi sesuai persyaratan dengan harapan bisa lolos menjadi penerima hibah. Menurut Arief, hibah Saraswati bisa mendukungnya untuk berkontribusi lebih banyak di Wikipedia.

 


Oleh: Hillun Vilayl Napis

Koordinator Kompetisi, Wikimedia Indonesia

Penelitian Sejarah bersama Wikimedia

Pada tahun 2017, sekitar empat ratus dokumen Ki Hajar Dewantara di Museum Taman Siswa Dewantara Kirti Griya telah dipindai dan diunggah ke Wikimedia Commons oleh Wikimedia Indonesia. Dokumen tersebut adalah dokumen berbahasa Belanda. Dengan bantuan Wikimedia Nederland dan sukarelawan di Belanda, teks yang ada ditranskripsi dan diterjemahkan pada tahun 2018.

 

Michelle Boon dari Wikimedia Nederland takjub dengan kegiatan ini. Menurutnya, di Indonesia, Ki Hajar Dewantara adalah seorang pahlawan nasional yang potretnya ada pada uang kertas bahkan ada hari libur khusus pada hari ulang tahunnya. Namun, di Belanda, ia tidak dikenal meskipun memiliki pengaruh yang cukup besar dalam perpolitikan Belanda. Dualitas dalam sejarah ini membuatnya penasaran. Oleh karena itu, Michelle memulai proyek penelitian sejarah pada tahun 2019. Lebih lanjut, dalam dunia akademik masih banyak prasangka terhadap penggunaan data Wikimedia. Melalui proyek ini, ia ingin menguatkan klaim bahwa organisasi terbuka, khususnya Wikimedia, sangat berharga bagi dunia akademik.

 

Informasi yang ada di dokumen Ki Hadjar Dewantara (profil orang dan acara yang dibicarakannya) akan dimasukkan ke Wikidata. Sebelumnya, informasi tersebut baru tersedia di Wikimedia Commons dan Wikisource. Dengan dimasukkan ke Wikidata, analisa dan visualisasi data dari surat-surat tersebut lebih mudah dilakukan. 

 

Saat ini, Michelle Boon masih fokus untuk memasukan informasi ke Wikidata dan mencari pendanaan penelitian. Semoga kegiatan yang melibatkan Wikimedia Indonesia, Wikimedia Belanda, dan Museum Tamansiswa Dewantara Kirti Griya bisa berjalan dengan lancar.

 


Artikel ini disadur oleh Hardiansyah

Staf GLAM, Wikimedia Indonesia

Copyright awareness in Indonesia: Challenges and (proposed) solutions

Engaging in a movement that promotes open knowledge is an excellent opportunity to share our experiences and abilities with others. At this time, there are many movements and organizations working in this field, focusing on each aspect of openness. Creative Commons organization (CC) for example, which is very active in promoting copyright to the public to always comply with copyright law. CC also provides alternative open licenses for exclusive copyright owners who want to share their work without having to be burdened by classical copyright provisions. This effort led me to study every aspect in it in order to be able to apply its practice in contributing to Wikimedia projects, which require the use of open licenses on every work published on its platform.

 

Wikimedia, an organization that participates in providing opportunities for everyone in the world to get open and free knowledge, has long applied an open license on its project website. Wikipedia for example, where all the content in it, especially article text, uses a Creative Commons Attribution-ShareAlike license to open the access for contributors to edit and develop certain articles to be more comprehensive. The use of the Creative Commons Attribution-ShareAlike license requires users who re-use text from Wikipedia to always provide attribution and ensure that the reused text uses the same license, so there are no practices that limit the use of the article’s text outside Wikipedia. In this case, Wikimedia and Creative Commons are two entities that are closely interrelated and complementary in disseminating knowledge and digital works that use free licenses.

 

In practice, however, applying an open license is not as easy as one might imagine. This is because the exposure to information in using licenses like this is still rarely socialized in Indonesia. A number of GLAM agencies (“Galleries, Libraries, Archives, Museums”) that we have met have limited knowledge or information about the open license. Therefore, when we invite cooperation to release their collections to Wikimedia Commons, a free licensed media repository that can be accessed at https://commons.wikimedia.org, they are reluctant to do so. In addition to this limitation, knowledge about the copyright period of each work stored in the institution is also still very limited so it does not know that there are manuscripts, photos and paintings that have been in the public domain so that the collection should be digitally distributed and distributed to wide community.

 

The process of digitizing Dr. Museum H.C. Oemboe Hina Kapita Museum’s collection after the socialization of the Law on the Cultural Enhancement and Creative Commons (Photo: Rachmat04)

 

The importance of introducing open licenses and their implications for works that use them is an effort that needs to be done to reduce knowledge disparities as in the case above. Our team strives to study the concept of open licenses, compare their impact with traditional licenses, and provide an illustration of how a work can be published online to meet the demands of dominant internet users to share these works and also reduce cases of copyright infringement that might occur.

 

In line with this effort, Wikimedia Indonesia (WMID) teams up with Creative Commons Indonesia (CCID) to promote open access to information and data in Indonesia. CCID has regularly visited a number of agencies, both government and non-government agencies, to campaign for Creative Commons licenses. A number of general workshops and seminars are also conducted to reach out and convey these ideas to the general public. Such activities are expected to arouse interest in academics, researchers, content creators, artists, writers and educators to share their work using open licenses so that such practices can be an example for others to do the same efforts.

 

This essay is a brief description of the perceptions of Indonesian people regarding copyright and how steps can be taken to bridge the “information gap”.

 


Author: Rachmat W.
GLAM Indonesia Coordinator, Participant of Creative Commons Certificate Course (September–December 2019)

 

Image credit:

Kepedulian terhadap hak cipta di Indonesia: Tantangan dan (usulan) jalan keluar

Terlibat dalam gerakan yang mempromosikan pengetahuan terbuka merupakan sebuah kesempatan yang sangat baik untuk berbagi pengalaman dan kemampuan yang kita miliki kepada orang lain. Saat ini, telah banyak gerakan dan organisasi yang berkecimpung dalam bidang ini, yang berfokus dalam tiap-tiap aspek keterbukaan. Creative Commons (CC) misalnya, yang sangat gencar mempromosikan tentang hak cipta kepada masyarakat untuk selalu mematuhi hukum hak cipta. CC juga memberikan alternatif lisensi terbuka bagi para pemilik hak cipta eksklusif yang ingin membagikan karyanya tanpa harus terbebani oleh ketentuan hak cipta klasik. Upaya inilah yang menuntun saya mempelajari setiap aspek di dalamnya agar dapat menerapkan praktiknya dalam berkontribusi dalam proyek-proyek Wikimedia, yang mewajibkan penggunaan lisensi terbuka pada setiap karya yang diterbitkan dalam platformnya.

 

Wikimedia, sebuah organisasi yang berpartisipasi dalam memberikan kesempatan bagi setiap orang di dunia mendapatkan pengetahuan dengan bebas dan gratis, telah lama menerapkan lisensi terbuka dalam situs web proyeknya. Wikipedia misalnya, yang seluruh konten di dalamnya, terutama teks artikel, menggunakan lisensi Creative Commons Attribution-ShareAlike untuk membuka akses bagi kontributor menyunting dan mengembangkan artikel tertentu agar lebih komprehensif. Penggunaan lisensi Creative Commons Attribution-ShareAlike mewajibkan pengguna yang menggunakan ulang teks dari Wikipedia untuk selalu memberikan atribusi dan memastikan bahwa teks yang digunakan ulang ini menggunakan lisensi yang sama, sehingga tidak ada praktik yang membatasi penggunaan teks artikel itu di luar Wikipedia. Dalam hal ini, Wikimedia dan Creative Commons adalah dua entitas yang saling berhubungan erat dan melengkapi dalam menyebarluaskan pengetahuan dan karya digital yang menggunakan lisensi bebas.

 

Dalam praktiknya, penerapan lisensi terbuka tidak semudah yang dibayangkan. Hal ini disebabkan karena keterpaparan informasi dalam menggunakan lisensi seperti ini masih jarang tersosialisasikan di Indonesia. Sejumlah instansi GLAM (“Galleries, Libraries, Archives, Museums“: galeri, perpustakaan, lembaga arsip, dan museum) yang kami temui memiliki pengetahuan atau informasi terbatas mengenai lisensi terbuka tersebut. Oleh karena itu, ketika kami mengajak kerja sama untuk merilis koleksi yang mereka miliki ke Wikimedia Commons, sebuah repositori media berlisensi bebas yang dapat diakses di https://commons.wikimedia.org, mereka enggan melakukan hal tersebut. Di samping itu, pengetahuan mengenai jangka waktu hak cipta tiap-tiap karya yang tersimpan di dalam lembaga tersebut juga masih sangat terbatas sehingga tidak tahu bahwa terdapat naskah, foto, dan lukisan yang telah berada dalam domain publik sehingga koleksi tersebut seyogyanya dapat didigitalisasi dan disebarluaskan kepada masyarakat luas.

 

Proses digitalisasi koleksi Museum Dr. H.C. Oemboe Hina Kapita setelah sosialisasi Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan dan Creative Commons (Foto: Rachmat04/CC BY-SA 3.0)

 

Pentingnya memperkenalkan lisensi terbuka dan implikasinya terhadap karya yang menggunakannya adalah sebuah upaya yang perlu dilakukan untuk mengurangi ketimpangan pengetahuan seperti pada kasus di atas. Tim kami berupaya keras mempelajari konsep lisensi terbuka tersebut, membandingkan dampaknya dengan lisensi tradisional, dan memberikan gambaran bagaimana sebuah karya dapat dipublikasi secara daring untuk memenuhi permintaan pengguna internet yang dominan berbagi-pakai karya-karya tersebut dan juga mengurangi kasus pelanggaran hak cipta yang mungkin terjadi.

 

Sejalan dengan hal tersebut, Wikimedia Indonesia (WMID) bekerja sama dengan Creative Commons Indonesia (CCID) untuk menggalakkan keterbukaan akses terhadap informasi dan data di Indonesia. CCID telah rutin berkunjung ke sejumlah instansi, baik instansi pemerintah dan nonpemerintah, untuk mengampanyekan lisensi Creative Commons. Sejumlah lokakarya dan seminar umum juga dilakukan untuk menjangkau dan menyampaikan gagasan tersebut kepada masyarakat umum. Kegiatan-kegiatan seperti ini diharapkan dapat membangkitkan minat pada akademisi, peneliti, pembuat konten, seniman, penulis, dan para pendidik untuk membagikan karyanya dengan menggunakan lisensi terbuka sehingga praktik seperti itu dapat menjadi contoh bagi orang lain untuk melakukan hal yang sama.

 

Tulisan ini hendaknya menjadi gambaran singkat mengenai persepsi masyarakat Indonesia mengenai hak cipta dan bagaimana langkah yang dapat dilakukan untuk menjembatani “jurang informasi” tersebut.

 


Oleh: Rachmat W.
Koordinator GLAM Indonesia, Peserta Sertifikasi Creative Commons September–Desember 2019

 

Image credit: