Terlibat dalam gerakan yang mempromosikan pengetahuan terbuka merupakan sebuah kesempatan yang sangat baik untuk berbagi pengalaman dan kemampuan yang kita miliki kepada orang lain. Saat ini, telah banyak gerakan dan organisasi yang berkecimpung dalam bidang ini, yang berfokus dalam tiap-tiap aspek keterbukaan. Creative Commons (CC) misalnya, yang sangat gencar mempromosikan tentang hak cipta kepada masyarakat untuk selalu mematuhi hukum hak cipta. CC juga memberikan alternatif lisensi terbuka bagi para pemilik hak cipta eksklusif yang ingin membagikan karyanya tanpa harus terbebani oleh ketentuan hak cipta klasik. Upaya inilah yang menuntun saya mempelajari setiap aspek di dalamnya agar dapat menerapkan praktiknya dalam berkontribusi dalam proyek-proyek Wikimedia, yang mewajibkan penggunaan lisensi terbuka pada setiap karya yang diterbitkan dalam platformnya.
Wikimedia, sebuah organisasi yang berpartisipasi dalam memberikan kesempatan bagi setiap orang di dunia mendapatkan pengetahuan dengan bebas dan gratis, telah lama menerapkan lisensi terbuka dalam situs web proyeknya. Wikipedia misalnya, yang seluruh konten di dalamnya, terutama teks artikel, menggunakan lisensi Creative Commons Attribution-ShareAlike untuk membuka akses bagi kontributor menyunting dan mengembangkan artikel tertentu agar lebih komprehensif. Penggunaan lisensi Creative Commons Attribution-ShareAlike mewajibkan pengguna yang menggunakan ulang teks dari Wikipedia untuk selalu memberikan atribusi dan memastikan bahwa teks yang digunakan ulang ini menggunakan lisensi yang sama, sehingga tidak ada praktik yang membatasi penggunaan teks artikel itu di luar Wikipedia. Dalam hal ini, Wikimedia dan Creative Commons adalah dua entitas yang saling berhubungan erat dan melengkapi dalam menyebarluaskan pengetahuan dan karya digital yang menggunakan lisensi bebas.
Dalam praktiknya, penerapan lisensi terbuka tidak semudah yang dibayangkan. Hal ini disebabkan karena keterpaparan informasi dalam menggunakan lisensi seperti ini masih jarang tersosialisasikan di Indonesia. Sejumlah instansi GLAM (“Galleries, Libraries, Archives, Museums“: galeri, perpustakaan, lembaga arsip, dan museum) yang kami temui memiliki pengetahuan atau informasi terbatas mengenai lisensi terbuka tersebut. Oleh karena itu, ketika kami mengajak kerja sama untuk merilis koleksi yang mereka miliki ke Wikimedia Commons, sebuah repositori media berlisensi bebas yang dapat diakses di https://commons.wikimedia.org, mereka enggan melakukan hal tersebut. Di samping itu, pengetahuan mengenai jangka waktu hak cipta tiap-tiap karya yang tersimpan di dalam lembaga tersebut juga masih sangat terbatas sehingga tidak tahu bahwa terdapat naskah, foto, dan lukisan yang telah berada dalam domain publik sehingga koleksi tersebut seyogyanya dapat didigitalisasi dan disebarluaskan kepada masyarakat luas.

Pentingnya memperkenalkan lisensi terbuka dan implikasinya terhadap karya yang menggunakannya adalah sebuah upaya yang perlu dilakukan untuk mengurangi ketimpangan pengetahuan seperti pada kasus di atas. Tim kami berupaya keras mempelajari konsep lisensi terbuka tersebut, membandingkan dampaknya dengan lisensi tradisional, dan memberikan gambaran bagaimana sebuah karya dapat dipublikasi secara daring untuk memenuhi permintaan pengguna internet yang dominan berbagi-pakai karya-karya tersebut dan juga mengurangi kasus pelanggaran hak cipta yang mungkin terjadi.
Sejalan dengan hal tersebut, Wikimedia Indonesia (WMID) bekerja sama dengan Creative Commons Indonesia (CCID) untuk menggalakkan keterbukaan akses terhadap informasi dan data di Indonesia. CCID telah rutin berkunjung ke sejumlah instansi, baik instansi pemerintah dan nonpemerintah, untuk mengampanyekan lisensi Creative Commons. Sejumlah lokakarya dan seminar umum juga dilakukan untuk menjangkau dan menyampaikan gagasan tersebut kepada masyarakat umum. Kegiatan-kegiatan seperti ini diharapkan dapat membangkitkan minat pada akademisi, peneliti, pembuat konten, seniman, penulis, dan para pendidik untuk membagikan karyanya dengan menggunakan lisensi terbuka sehingga praktik seperti itu dapat menjadi contoh bagi orang lain untuk melakukan hal yang sama.
Tulisan ini hendaknya menjadi gambaran singkat mengenai persepsi masyarakat Indonesia mengenai hak cipta dan bagaimana langkah yang dapat dilakukan untuk menjembatani “jurang informasi” tersebut.
Oleh: Rachmat W.
Koordinator GLAM Indonesia, Peserta Sertifikasi Creative Commons September–Desember 2019
Image credit: